KH. Zainuddin MZ, Sang Dai Sejuta Umat
Kiayi Haji Zainuddin Hamidi atau dikenal sebagai K.H. Zainuddin
MZ (lahir di Jakarta, 2 Maret 1952 meninggal di Jakarta, 5 Juli 2011
pada umur 59 tahun), adalah seorang pemuka agama Islam di Indonesia yang
populer melalui ceramah-ceramahnya di radio dan televisi.
Julukannya adalah “Da’i Sejuta Umat” karena dakwahnya yang dapat
menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Ia pernah menjabat sebagai ketua
umum Partai Bintang Reformasi, kemudian digantikan oleh Bursah Zarnubi.
Seiring pergantian tersebut, terjadilan friksi di dalam partai.
Zainuddin yang pernah aktif di Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
kemudian dikabarkan kembali ke partai berlambang Ka’bah itu atas tawaran
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PPP Suryadharma Ali .
Zainuddin menempuh pendidikan tinggi di IAIN Syarif Hidayatullah dan
berhasil mendapatkan gelar doktor honoris causa dari Universitas
Kebangsaan Malaysia.
Masa Kecil KH. Zainudin MZ
Zainuddin merupakan anak tunggal buah cinta pasangan Turmudzi dan
Zainabun dari keluarga Betawi asli. Sejak kecil memang sudah nampak
mahir berpidato.
Udin nama panggilan dari keluarganya suka naik ke atas meja untuk
berpidato di depan tamu yang berkunjung ke rumah kakeknya. ‘Kenakalan’
berpidatonya itu tersalurkan ketika mulai masuk Madrasah Tsanawiyah
hingga tamat Madrasah Aliyah di Darul Ma’arif, Jakarta. Di sekolah ini
ia belajar pidato dalam forum Ta’limul Muhadharah (belajar berpidato).
Kebiasaannya membanyol dan mendongeng terus berkembang. Setiap kali
tampil, ia memukau teman-temannya. Kemampuannya itu terus terasah,
berbarengan permintaan ceramah yang terus mengalir.
Karier
Karena ceramahnya sering dihadiri puluhan ribu ummat, maka tak salah kalau pers menjulukinya ‘Da’i Sejuta Umat’.
Suami Hj. Kholilah ini semakin dikenal masyarakat ketika ceramahnya
mulai memasuki dunia rekaman. Kasetnya beredar bukan saja di seluruh
pelosok Nusantara, tapi juga ke beberapa negara Asia. Sejak itu, da’i
yang punya hobi mendengarkan lagu-lagu dangdut ini mulai dilirik oleh
beberapa stasiun televisi. Bahkan dikontrak oleh sebuah biro perjalanan
haji yang bekerjasama dengan televisi swasta bersafari bersama artis ke
berbagai daerah yang disebut “Nada dan Dakwah”.
Kepiawaian ceramahnya sempat mengantarkan Zainuddin ke dunia politik.
Pada tahun 1977-1982 ia bergabung dengan partai berlambang Ka’bah
(PPP). Jabatannya pun bertambah, selain da’i juga sebagai politikus.
Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru
ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum
PBNU itu salah seorang deklarator PPP. Dia mengaku lama nyantri di
Ponpes Idham Khalid yang berada di bilangan Cipete, yang belakangan
identik sebagai kubu dalam NU.
Sebelum masuk DPP, dia sudah menjadi pengurus aktif PPP, yakni
menjadi anggota dewan penasihat DPW DKI Jakarta. Lebih jauh lagi, berkat
kelihaiannya mengomunikasikan ajaran agama dengan gaya tutur yang
luwes, sederhana, dan dibumbui humor segar, partai yang merupakan fusi
beberapa partai Islam itu jauh-jauh hari (sejak Pemilu 1977) sudah
memanfaatkannya sebagai vote-getter.
Bersama raja dangdut Rhoma Irama, Zainuddin berkeliling berbagai
wilayah mengampanyekan partai yang saat itu bergambar Ka’bah -sebelum
berganti gambar bintang. Hasil yang diperoleh sangat signifikan dan
memengaruhi dominasi Golkar. Tak ayal, kondisi itu membuat penguasa Orde
Baru waswas. Totalitas Zainuddin untuk PPP bisa dirunut dari latar
belakangnya. Pertama, secara kultural dia warga nahdliyin, atau menjadi
bagian dari keluarga besar NU. Dengan posisinya tersebut, dia ingin
memperjuangkan NU yang saat itu menjadi bagian dari fusi PPP yang
dipaksakan Orde Baru pada 5 Januari 1971. Untuk diketahui, ormas lain
yang menjadi bagian fusi itu, antara lain, Muslimin Indonesia (MI),
Perti, dan PSII.
Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru
ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum
PB NU itu salah seorang deklarator PPP. Pada 20 Januari 2002 K.H.
Zainudiin M.Z. bersama rekan-rekannya mendeklarasikan PPP Reformasi yang
kemudian berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi dalam Muktamar
Luar Biasa pada 8-9 April 2003 di Jakarta. Ia juga secara resmi
ditetapkan sebagai calon presiden oleh partai ini. Zainuddin MZ menjabat
sebagai Ketua umum PBR sampai tahun 2006.
Komentar
Posting Komentar